Purwokerto, Metro Jatim;
Dugaan praktik pungutan liar (pungli) terhadap pedagang kaki lima (PKL) di sepanjang Jalan Menara Teratai, Jalan Bung Karno, Pasir Muncang Wetan, tampaknya tidak dilakukan secara acak. Hasil penelusuran dan keterangan para pedagang menunjukkan adanya pola penarikan yang teratur, terstruktur, namun tidak transparan (Kamis, 11/12/2025).
Menurut kesaksian banyak PKL, oknum penarik datang pada jam-jam tertentu dan memungut Rp6000 per pedagang, tanpa memberikan karcis atau bukti pembayaran apa pun. Dalam satu blok terdapat sekitar 100 pedagang, sehingga akumulasi pungutan dapat mencapai ratusan ribu rupiah dalam satu kali putaran penarikan.
Beberapa pedagang mengungkapkan bahwa penarikan dilakukan dengan nada mengarah pada pemaksaan. Jika ada PKL menolak, mereka mendapat ucapan bernada ancaman, seperti kemungkinan pengusiran dari lokasi jualan.
“Kalau kami tanya karcis atau surat resmi, mereka hanya bilang ‘sudah aturan dari atas’ tapi tidak pernah menunjukkan apa pun,” ujar salah satu PKL.
Keterangan paling mencolok datang dari salah satu orang yang ikut menarik pungutan. Ia menyebut kan bahwa wilayah Menara Teratai “dipegang oleh tujuh desa”.Mereka sudah lama berjualan dan diperkirakan sudah berjalan 3 tahun.
Tidak ada daftar desa, tidak ada SK (surat keputusan), dan tidak ada penjelasan tentang struktur pengelolaan atau pembagian kewenangan. Klaim ini justru menimbulkan dugaan bahwa nama-nama desa dipakai sebagai legitimasi semu untuk menutupi pungutan ilegal.
Minimnya pengawasan dari instansi resmi membuka celah bagi oknum untuk memanfaatkan keramaian kawasan wisata Menara Teratai sebagai sumber pemasukan ilegal. Jika pungutan dilakukan setiap hari dan melibatkan banyak pedagang, potensi kerugian negara serta tekanan ekonomi pada PKL bisa sangat signifikan.
Tidak adanya karcis, tidak jelasnya aliran dana, dan penggunaan nama desa tanpa otoritas memperkuat dugaan bahwa praktik ini berjalan di luar mekanisme resmi pemerintah
“Kami bukan menolak aturan. Kami hanya ingin ada kejelasan. Kalau resmi, kami bayar. Tapi yang ini jelas-jelas tidak ada dasarnya,” ungkap salah satu pedagang
Hingga laporan ini disusun, belum ada tanggapan dari pemerintah desa, kecamatan, maupun aparat kabupaten. Warga berharap ada langkah cepat untuk mencegah pungutan tanpa regulasi ini terus berlangsung dan merugikan banyak pihak. (Sryn)

